Aku Mau Mencobanya, Bu...




Assalamualaikum,

Ini merupakan tulisan lama yang belum aku upload di blog, rasa-rasanya ketika membaca kembali yakin sekali bukan hanya diri yang seperti ini tapi banyak ibu lain yang merasakan hal yang sama. Perasaan bersalah pada anak ketika ia tertidur pulas semoga tidak kembali terulang, begitu terus bergumam dalam hati. Maka aku ingin membagikanya di blog, sebagai pengingat bersama.
Bagaimana hari ini?, jika boleh bercerita beberapa minggu ini aku merasa jauh lebih lelah dibandingkan sebelum-sebelumnya, aku lebih 'kurang sabar' dibandingkan dulu. Aku bertanya pada diri, why?

Nada sudah masuk usia 2 tahun 8 bulan, sudah mampu mengungkapkan keinginan dan perasaannya walau belum optimal. Sudah punya pendapat sendiri mana yang dia mau dan tidak, mana yang dia suka dan tidak, memang sejak usia 1 tahun saja sudah bisa memilih namun tetap berbeda, kali ini cukup sulit untuk diarahkan, dibujuk rayu. Ah.. memang dia sudah bertambah pintar, lalu mengapa aku mengeluh? Bukankah harusnya bersyukur?

Anak Mandiri Vs Jangan Mandiri

Semua orang tua sepakat pentingnya anak untuk mandiri, namun tanpa sadar mereka malah mengarahkan anak untuk jangan mandiri. Ah, berapa kali aku tak mampu menahan amarah ketika Nada menumpahkan susu karena ingin membuatnya sendiri. Berapa kali aku kesal Nada mengacak-ngacak lemari karena ingin mengambil baju sendiri.

Dulu, aku menstimulasi Nada dengan permainan memindahkan beras ke wajan, air ke wajan, tujuannya untuk apa? Bukankah untuk menstimulasi sensorimotor nya sehingga memudahkan ia membuat susu dan menuangkan makanan sendiri?. Ketika sekarang ia merasa mampu dan mau mencoba, mengapa aku malah melarangnya? Bahkan memarahinya?.

Dulu, aku sendiri menulis artikel tentang pentingnya melatih anak memilih, dan mengarahkan Nada kecil untuk bisa memilih "Nada mau makan sama Sayur Bayam atau Ikan Kembung?" Sambil memperlihatkan makanan yang ada di meja.

Penting anak berlatih memilih sejak dini karena life is choice, dalam hidup semuanya pilihan, kelak anak harus mengambil keputusan yang lebih rumit dari hanya sekedar memilih menu makanan. Bukankah itu yang aku tulis dulu? Lalu ketika Nada memilih baju sendiri mengapa aku malah menjadi naik pitam?
Ketidakkonsistenan dalam pola pengasuhan banyak dilakukan orangtua pada anak mereka. Jika pola seperti ini terus menetap tidak menutup kemungkinan malah menjadikan anak kebingungan.

Sadari Bahwa Tubuhnya Kecil

Ketika Nada menumpahkan susu, sadari bahwa memang motoriknya belum sempurna, tangannya masih berukuran kecil oleh karenanya mengambil sesuatu dan tumpah itu sangat mungkin terjadi, itu sangat wajar apalagi dalam proses belajar. Mengapa diri terlalu lebay meresponnya?

Ketika Nada memilih baju, tubuhnya masih kecil untuk menggapai lemari yang tinggi baginya, motoriknya belum sempurna untuk menahan baju yang lain tidak jatuh. Bahkan ia belum mampu berpikir abstrak baju mana yang mau dipakai hanya dari warnanya saja. Dia butuh kongkrit melihat bajunya, motif dan gambarnya, warnanya, ukurannya, sampai dia merasa 'ini baju yang mau aku pakai hari ini'. Aku tahu semua teori itu, aku belajar di kampus dulu, dan beberapa kali me-recal artikel tumbuh kembang anak. Lalu mengapa aku menjadi tidak terima jika Nada memilih baju sendiri?

Ah.. aku memang bukan ibu yang sempurna.

Bukan Salahmu Nak

Rasa lelah, rasa hampa, rasa sedih, rasa haru, rasa kecewa yang dilalui ibu, sedikit banyaknya Nada tau, Nada merasakannya juga, bahkan Nada terkena 'salah' yang sebenarnya sungguh tidak salah.

Bukan! jelas bukan salahmu nak kalau tidak ngantuk jadi tidak tidur siang.
Bukan! jelas bukan salahmu nak kalau inginnya main main dan main terus, memang duniamu saat ini adalah bermain.
Bukan! bukan salahmu nak jika tak ingin makan, tidak lapar, tidak nafsu atau tidak suka. Bukan salahmu juga jika ingin makan dan ngemil terus, justru bagus buat pertumbuhan.
Bukan! bukan salahmu nak yang ingin serba tahu, ingin meniru yang dilakukan ibunya, ingin mencoba, ingin membuktikan bahwa ia pun bisa. Jadi bukanlah salahnya jika air tumpah, baju kotor, rumah berantakan.
Bukan! Itu bukan salah Nada, tapi salah Ibu. Ibu yang masih harus belajar mengatasi lelah, ibu yang masih harus belajar menghalau kejenuhan, ibu yang masih harus belajar manajemen waktu, ibu yang masih harus belajar sabar.

Pada akhirnya, aku kembali memeluknya sambil berkata "Maaf ya nak, ibu sedang sedih, ibu boleh minta peluk?". Dia memeluk erat sambil sesekali mengusap air mata ibu. "Terima kasih ya, ibu sudah tidak sedih lagi dipeluk Nada".

Ibu Percaya Padamu

Sekarang, ibu akan percayakan pada Nada kalau memang Nada bisa menuangkan susu dan makanan sendiri. Sekarang, ibu akan percayakan Nada untuk memilih baju sendiri atau apapun yang kamu suka selama itu masih positif untukmu.

Aku tahu ini tidak mudah dalam perjalanan prakteknya, namun aku yakin sedikit demi sedikit jika dicoba terus akan berhasil. Mencoba untuk terus meluruskan niat pengasuhan, untuk terus mengevaluasi, introspeksi, karena diri tidak bisa sempurna maknanya diri memang harus terus belajar dan memohon bimbingan kepadaNya. Bagaimanapun Nada adalah titipanNya yang berharga, sudah seharusnya aku memberikan yang terbaik untuk Nada dan untuk diriku sendiri agar menjadi ibu yang diridhoi Allah. Aamiin yra.

Comments

  1. Aku baca ini nangis bombay, mbaaak. Karena sangat relate dengan kondisiku saaat ini. Apalagi, anakku termasuk tipe anak yang posesif, enggak mau sedikitpun aku mengalihkan perhatian dirinya. Kalaupun dia sedang bermain dengan teman-temannya, aku harus ikut hadir menemani meski tak ikut serta.

    Otomatis, aku jadi suka ngomel ini dan itu. Mengeluh dengan kondisi dia yang selalu menuntut keberadaanku. Padahal, harusnya aku sadar bahwa saat ini aku adalah dunianya, ahhh sedih banget jadinya mba kalau ceritain ini hehe.

    Padahal, yang mau aku kerjakan pun juga banyak, seperti halnya hobi dan mengupgrade diri. Disamping kerjaan domestik lainnya. Tapi tetap saja, di malam hari pun dia seolah tak bisa lepas dari saya, ibunya.

    Lalu saya pun, saat ini mencoba untuk belajar berdamai dengan diri sendiri. Bahwa semua ini akan lewat seiring berjalannya waktu. Pasti akan ada waktunya untuk saya bisa menikmati me time yang sesungguhnya tanpa rengekan si kecil, hiks. Tapi tetap saja, proses itupun tentu juga sulit. Paling tidak, saya sudah mencoba untuk sedikit berdamai saat ini.

    Tulisan yang sangat menginspirasi mba, menyadarkan saya bahwa saat ini kita dan si kecil pun sedang sama2 berjuang. Terima kasih mba untuk remindernya. Semangat dan sehat selalu ya Mba Hikmah dan keluarga. Aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hai mba Ludyah.. alhamdulillah terimakasih mba, ini remender saya juga. Yakin gak hanya saya ternyata yang seperti ini, kita gak sendiri mba. Memang kita harus terus merendah kehadapanNya ya mba karena tiada daya upaya atas kuasaNYA. bahkan kesabaranpun sepertinya selalu limit. Semoga Allah menjaga kita selalu ya mba. aamiin yra.

      Delete
  2. thank you for sharing Mbak nisa..
    Memang jd ibu sering tak lepas dr rasa bersalah yaa...Saya juga butuh waktu untuk bisa menerima kesalahan dan kekurangan menjalankan peran sbg ibu.
    Dengan lebih menyadari keterbatasan kita sebagai manusia, jadi lebih bisa menerima. Kita pun tumbuh dengan keterbatasan orangtua kita. Dan selama masih jadi manusia, mustahil utk jadi sempurna. Salam

    ReplyDelete
  3. sama-sama mba Lisdha terimakasih sudah mampir kesini ya. Setuju mba, kita hanya bisa jadi orang tua terbaik semampu kita ya mba atas kekurangan dan kelebihan diri.

    ReplyDelete

Post a Comment