Jangan Asal Bicara Jika Tidak Bisa Memahaminya



Assalamualaikum,
“Lidah lebih tajam daripada pedang”
Istilah tersebut benar adanya. Begitu banyak orang tersakiti karena lisan. Berawal dari tidak bijaknya memilih pertanyaan dan pernyataan, mengomentari yang seharusnya tidak perlu dikomentari, bertanya yang seharusnya tidak perlu ditanyakan. Perkataan menyakitkan bisa terjadi walau tujuannya hanya basa-basi, bahkan tujuannya sekedar ingin berempati (katanya), namun kenyataannya antipati yang diterima. Pernah dengar istilah mom war? Ya, membandingkan ibu dengan ibu lainnya, saya pun pernah mengalaminya. Mom war merupakan salah satu dari banyaknya hal akibat tidak bijaknya menggunakan lisan. Tentu banyak yang tersakiti dengan hal ini. 

“Sesungguhnya seorang hamba bisa jadi berbicara dengan suatu perkataan yang tidak ia pikirkan (terlebih dahulu), padahal justru dengan sebab perkataannya itu ia akan dapat tergelincir ke neraka yang jaraknya lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat.” (Muttafaq’alaihi).

Nauzubillah, maka pentingnya diri untuk berfikir sebelum berbicara. Bantu diri kita untuk dapat membangun Empati yang sebenarnya, bukan hanya basa-basi yang ternyata menyakiti.

Tips Membangun Empati 

1. Kenali Lawan Bicara 

Ternyata penting sekali mengetahui lawan bicara kita siapa, karena hal-hal sensitif mereka pun akan berbeda. Bijaklah dalam berkomunikasi dengan mengenali siapa lawan bicara kita. Apakah seorang ibu rumah tangga, ibu bekerja, seorang yang belum menikah, atau belum memiliki anak. Memahami kondisi lawan bicara untuk menghindari perkataan yang akan menyinggung bahkan menyakiti mereka. 

2. Pilihlah Pertanyaan dan Pernyataan dengan Bijak

Ketika berbincang dengan seorang ibu rumah tangga, hindari pertanyaan seperti kegiatan apa sekarang yang ia lakukan. Ketika bertemu dengan working mom, hindari pertanyaan bagaimana kondisi anaknya yang ditinggal bekerja. Ketika bertemu dengan seorang yang belum menikah, pilihlah bahan berbincang seperti tentang kegiatannya, pekerjaannya dll. Ketika bertemu dengan seorang yang belum memiliki anak, pilihlah bahan berbincang mengenai bisnisnya, karirnya, dsb.

3. Memberi Saran dan Nasihat jika Diminta

Ketika seseorang meminta saran dan nasihat kepada kita, ia akan siap menerima apa yang kita katakan. Gelas di pikirannya akan dikosongkan untuk menerima masukan atau saran dari kita. Berbeda dengan seseorang yang tidak meminta saran dan nasihat namun diberi saran dan nasihat, apalagi penyampaiannya seolah mengurui. Ia tidak akan siap menerima, akan tersakiti dengan apa yang kita katakan.

Dulu saya memiliki problematika ASI, sehingga bayi saya mengalami bilirubin tinggi dan dibantu susu formula. Banyak saudara dan kerabat memberikan saran dan nasihat tanpa saya minta. Mereka berkata seharusnya saya memberi ASI eksklusif dengan berbagai penjelasan mereka, mereka berkata seharusnya saya jangan memberi susu dengan media dot pada bayi saya, juga dengan berbagai penjelasan mereka.

Tanpa mereka tahu bahwa sesungguhnya saya sedang berjuang demi ASI Eksklusif itu, tanpa mereka tahu bahwa saya terpaksa memberi susu dengan media dot karena bayi mengalami bilirubin tinggi, harus masuk banyak cairan. Tanpa mereka tau saya juga sedang berusaha mengatasi bingung puting pada bayi saya. Cukup terdiam menanggapi nasihat dan komentar mereka, itu tidak memberi saya solusi tapi luka.

Baca cerita selengkapnya : Perjuangan ASI untuk Qatrunada

Berbeda ketika saya meminta saran pada teman yang sukses memberi ASI Eksklusif pada anaknya, saya meminta saran bagaimana agar produksi ASI saya bertambah banyak. Ia memberikan saran dan tips yang ia lakukan sesuai ilmu dan pengalaman yang didapatkan selama menyusui, dan saya menerima itu dengan suka cita. Saya melakukan semua saran dan tips yang ia berikan dengan hati bahagia dan dengan perjuangan saya berhasil memberi ASI Eksklusif untuk bayi saya. Alhamdulillah.

4. Menenangkan dan Memberi Motivasi

Banyak situasi dan kondisi yang kita tidak mampu merubahnya, yang kita perlu hanya menerimanya dengan ikhlas. Ketika saran tidak mampu merubah keadaan atau malah akan membuat semakin menjadikannya beban. Cukup bantu dengan menenangkannya, memberi motivasi, karena ada saat-saat kita hanya membutuhkan sandaran dan kalimat yang menguatkan. 

Ada rekan saya, suami dan keluarganya yang tidak mengijinkan anaknya untuk Vaksin, sebutlah anti-Vaksin. Lalu ia bercerita dengan gelisah dan kekhawatiran, bagaimana anaknya kelak tanpa di Vaksin. Namun lagi-lagi life is choice, kita tidak bisa memaksakan pendapat kita pada orang lain apalagi pada keluarga besarnya yang sudah memiliki norma dan aturan tersendiri. 

Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Tenangkanlah dan beri ia motivasi. Ketika ia bercerita dengan kebingungan dan kekhawatirannya, coba usap pundaknya, berikan senyum dan katakan bahwa ia tidak perlu khawatir, bisa bertanya memastikan bahwa anaknya sehat, ketika ia mengangguk tanda bahwa anaknya sehat, perkuat batinnya dengan cukup mengatakan : "Alhamdulillah, Insya Allah sehat terus". Ternyata itu sudah cukup membuat ia tenang dan kembali tersenyum. Karena saat itu ia hanya butuh penguatan.

Ketika seorang ibu dengan keterbatasannya tidak bisa memberikan ASI, padahal ia ingin sekali memberikan nutrisi terbaik untuk sang buah hatinya itu. Namun, situasi dan kondisi tidak memungkinkan. Apa yang bisa kita lakukan? Tenangkanlah, beri ia motivasi, menguatkan hatinya untuk bisa ikhlas menerima situasi dan kondisi yang ada.

Banyak perbedaan takdir dan pilihan kita dengan orang lain diluar sana, namun kita tetap memiliki persamaan yang ingin selalu memberikan yang terbaik untuk hidup kita dan keluarga kita. Saling menguatkan sesama jauh lebih penting dan bermakna dibandingkan ‘nyinyir’, merasa paling baik dan paling benar. Sesuai hadist bahwa banyak bicara yang sia-sia hanya akan merusak hati. 
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia mengatakan yang baik atau diam.” (H.R. Bukhori dan Muslim)

Comments