Membandingkan dengan Bercermin


Assalamualaikum, 

Teknologi yang semakin memudahkan ini ternyata juga dapat menjadi bumerang diri, jika tidak bijak menggunakannya lelahlah kita karenanya. Benar, ia mempermudah komunikasi namun benar pula ia dapat mempermudah diri terkena penyakit hati. 

Lingkup kita semakin luas dengan adanya media sosial, teman jauh dan teman lama bisa terasa dekat. Berbeda dengan dulu, lingkup lebih kecil yang kita kenal dan dekat memang orang-orang tertentu yang sering dijumpai. Ilmu dan wawasan saat ini mudah sekali diakses, ilmu parenting, pernikahan, mental health dsb. Sudah tidak se-asing dulu. Artinya banyak orang sudah menyadari bahwa ilmu-ilmu tersebut penting dan sangat ramah untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, semua hal tersebut dapat menjadi positif dan negatif tergantung bagaimana kita mengaplikasikannya untuk diri. Kita mengambil banyak hal positif atau hal negatif dari sana? Kemudahan berteknologi juga memberi kemudahan penyakit hati hadir dalam diri, why?

Mudah Ini Lebih Banyak Membawa Manfaat atau Manorot?

Lingkup yang luas sangat berpotensi besar kita membandingkan hidup kita dengan hidup teman jauh, teman lama bahkan teman baru yang kenal dari media sosial. Apa yang orang-orang ditampilkan dalam media sosialnya sangat tergantung dengan respon diri kita masing-masing. Respon diri kita tergantung baik/buruknya hati kita. Ada yang memposting liburan, reaksi yang melihat tentu saja akan berbeda, ada yang ikut bahagia, ada yang tidak suka, ada yang bertambah syukurnya, ada yang bertambah keluhannya. Kita yang mana? 

Melihat orang lain mempost sesuatu dan mendapat like juga komen banyak, lalu membandingkan dengan like dan komen di postingan kita ternyata jauh lebih banyak, seketika merasa bahagia, senang dan berbangga hati, namun jika sebaliknya membuat diri malah iri hati. 

Ingat dengan istilah mom war? Asi vs sufor, ibu bekerja vs ibu rumah tangga, mpasi homemade vs mpasi instan dsb. Mereka hadir dengan ilmu dan wawasan yang sangat mudah dijumpai tersebut, sehingga 'merasa paling baik' versinya sendiri, tanpa melihat situasi dan kondisi orang lain. Rasa-rasanya ibu-ibu jaman dulu belum ada drama mam war, ya baru-baru ini dengan akses teknologi yang mempermudah kita bukan?.

Mengapa aku tidak suka melihat postingan dia? 
Mengapa menuntut lifestyle ku harus meningkat? padahal income suamiku belum naik. 
Mengapa aku menjught dia salah mengambil keputusan dalam hidupnya? 
Mengapa aku merasa diriku dan pilihanku lebih baik dari mereka? 

Hanya diri sendiri yang dapat merasakan 'ada yang salah' dari dalam diri. Jika itu mulai terasa padamu, buatlah pertanyaan-pertanyaan yang semakin memojokkan bahwa sikap ini sangat buruk untuk dirimu. 
"Janganlah menyatakan diri kalian suci. Sesungguhnya Allah yang lebih tahu manakah yang baik di antara kalian.” (H.R. Muslim).

Semua Gara-Gara Membandingkan!

Ya, semua gara-gara membandingkan diri dengan orang lain, membandingkan pilihan kita dengan orang lain, membandingkan masalah kita dengan orang lain, membandingkan hidup kita dengan orang lain. Yang jelas-jelas semua ini berbeda. Kita diberi ujian yang berbeda, diberi sifat dan karakteristik yang berbeda, diberi pilihan yang berbeda, diberi situasi dan kondisi yang berbeda. Seharusnya membandingkan dengan orang lain tidak terpikirkan karena tidak ada alasan untuk itu. 
“Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya.” (HR. Bukhari)

Bercermin

Sepatutnya diri ini bercermin, lalu bandingkan lah diri kita dengan diri yang juga ada di cermin itu. Bukankah ia memiliki sifat dan karakteristik yang sama? Masalah yang sama? pilihan yang sama? Maka silahkan kita bandingkan, sudah lebih baik atau belum?.

Bercerminlah, lihat diri kita dengan sebelumnya, apakah masih ragu akan ketetapan-Nya? Masihkah memilih mengeluh diatas kenikmatan yang tak terhingga dari-Nya?. Masih abai akan dengan larangan dan perintahNya?. Masih tidak malu dengan dosa dan kesombongan padahal sangat tahu bahwa diri ini lemah?. Masih mau digerogoti penyakit hati yang menyengsarakan diri?. Padahal sudah jelas Allah katakan bahwa Ia tidak akan merubah keadaan kita sebelum kita sendiri berusaha keluar dari keadaan buruk tersebut. 
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (Q.S.ar-Ra’d:11)
Zaman semakin maju, bukan berarti semakin mudahnya kita terhindar dari dosa. Semua kembali pada diri, bagaimana tetap istiqomah di era sekarang ini, semoga kita semua dimampukan, aamiin yra. 
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan." (Q.S. Al-Hasyr :18)

Comments