Mengenalkan Anak pada Alam Lewat Pendakian Gunung Papandayan

Assalamualaikum,

Saya diingatkan dengan email perpanjangan hosting dengan sejumlah biaya yang perlu dibayarkan. Lalu saya langsung terpikir tentang bagaimana kabar blog saya yang sudah lama sekali ditinggalkan. Dengan membayar hosting kemarin, justru jadi motivasi buat menulis kembali di blog, hihi. Sebenarnya tidak sulit menulis dan merangkai kata, apalagi jika yang ditulis adalah pengalaman pribadi yang lebih ke bercerita atau curhat, hehe. Tapi tetap saja menjaga konsistensi itu sulit. Bagaimanapun juga memang perlu dilatih supaya menjadi kebiasaan, ya.

Tulisan kedua setelah menghilang lama ini adalah tentang pengalaman perdana naik gunung sambil membawa anak-anak. Tulisan pertamanya tentang motor yang mati saat hujan besar dan terjebak genangan banjir sambil membawa anak-anak pula! Bisa baca di sini.

Sebelumnya, memang tidak pernah terpikir untuk naik gunung sambil membawa anak-anak. Yang terpikir hanya camping ceria saja. Jadi naik gunung ke Papandayan ini seperti tahu bulat, yap! dadakan.

Cerita awal mula memutuskan ikut trip pendakian ke Gunung Papandayan bersama anak-anak

Suatu hari kami berkunjung ke rumah saudara untuk bersilaturahmi. Tanpa diduga, kami diajak untuk ikut camping di Garut dua hari lagi. Keluarga ini memang beberapa kali trip ke alam dan ternyata sudah merencanakan untuk trip ke Papandayan. Kami yang sedang berkunjung merasa sangat tertarik, apalagi anak-anak yang memang sudah lama sekali tidak camping lagi. Menawarkan hal tersebut di depan anak-anak tentu membuat mereka begitu excited untuk ikut camping.

Esok harinya kami belum memastikan akan ikut atau tidak. Namun anak-anak masih merayu untuk ikut, ditambah kakak-kakak sepupunya juga ikut. Sampai hari H pagi pun kami masih bingung dan berdiskusi lagi. Karena anak-anak terus merayu, akhirnya kami memutuskan untuk ikut. Kami langsung konfirmasi ke saudara untuk menambah tenda dan perlengkapannya.

Kami memutuskan ikut karena memang momen ke alam ini adalah sesuatu yang kami nantikan. Kami lebih suka mengajak anak-anak kembali dekat dengan bumi dan segala keindahannya. Traveling bagi kami juga salah satu cara mengenalkan anak-anak pada ciptaan Allah yang begitu luas dan menakjubkan. Dari hijaunya pepohonan, sejuknya udara, hingga langit yang terbentang, semua itu mengajarkan bahwa diri kita begitu kecil di hadapan kebesaran-Nya.

Dalam perjalanan ini, kami ingin anak-anak belajar bertafakur, melihat langsung tanda-tanda kebesaran Allah, sekaligus merasakan banyak manfaat yang alam berikan, mulai dari melatih fisik, mengasah rasa ingin tahu, hingga membangun jiwa syukur atas nikmat yang sering terlewatkan.

Hal yang Tidak Diduga

Kami berangkat setelah dzuhur, namun karena dadakan, kami butuh waktu untuk menyiapkan segala sesuatunya, akhirnya kami baru jalan menjelang sore. Perjalanan dari Bandung ke Garut kami tempuh sekitar 5 jam dengan kondisi lancar, alhamdulillah.

Sesampainya di sana waktu magrib, kami salat dan makan dulu sambil menunggu rombongan lainnya. Di sana kami baru tahu bahwa kami akan camp di Pos 9 Gunung Papandayan. Saya begitu shock sampai sempat menangis karena memikirkan anak-anak. Bagaimana perjalanan naik gunung pertama kali dan kondisi yang sudah gelap. Kami pikir camping ceria yang jarak antara parkir ke tempat camp hanya beberapa menit, namun ternyata harus ditempuh dalam waktu berjam-jam.

Saat itu kami bingung sekali, apakah akan melanjutkan perjalanan atau tidak. Namun setelah berdiskusi dengan beberapa orang, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Beberapa pertimbangannya:

  • Gunung yang cukup aman untuk pemula

  • Ada jasa ojek porter

  • Sudah sewa tenda lengkap dengan peralatannya di pos

  • Fasilitas lengkap: ada toilet dan warung di atas

Cerita Perjalanan Kami

Di sana masih ada beberapa porter yang standby karena memang kami memesan untuk mengangkut barang-barang kami. Namun saat itu saya coba bertanya, apakah bisa mengantar saya dan Ara. Porter menjelaskan kalau saat itu masih bisa karena masih sore/baru habis magrib, namun jika sudah terlalu malam mereka tidak bersedia.

Perjalanan menggunakan porter motor ke Pos 9 sekitar 30 menit. Saya masih mempertimbangkan banyak hal, benar-benar bingung karena ada perasaan takut, cemas, dll. Namun suami dan keluarga meyakinkan bahwa semuanya aman. Bapak porter juga bilang, “Masih aman kalau jam segini.”

Dengan niat bismillah, saya yakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Walau masih deg-degan, keluarga terus menenangkan bahwa insyaAllah aman. Saya diberikan HT untuk berkomunikasi dengan rombongan yang akan menyusul nanti.

Saya dan Ara mulai perjalanan dengan ojek porter sekitar pukul tujuh malam. Saya membawa tas ransel sambil memeluk Ara di tengah. Sebelumnya saya sounding ke Ara bahwa kita akan perjalanan ke gunung dengan jalan yang mungkin kurang nyaman, tetapi insyaAllah Allah akan lindungi.

Selama perjalanan seperti naik roller coaster, wkwk. Masya Allah, jalannya bebatuan dan gelap. Saya tidak berani lihat ke depan atau kiri kanan. Sesekali saya hanya melihat ke atas: langit penuh bintang, Subhanallah indah sekali. Saya terus berdzikir sambil memegang Ara dan pegangan motor erat-erat.

Saat melihat lampu warung, ternyata kami sudah sampai di Pos 5. Setelah itu saya lebih tenang karena ternyata tidak semenyeramkan yang dibayangkan. Perjalanan berlanjut dan alhamdulillah kami sampai di Pos 9.


Saya diturunkan di warung karena porter akan menyiapkan tenda. Saya memeluk Ara dan bersyukur karena sudah sampai dengan selamat. Namun dalam hati masih khawatir dengan Ayah Bilal dan Nada yang mendaki malam-malam. Saya terus berdoa agar diberi keselamatan. Saya memantau lewat HT, walau kadang sinyal putus-putus.

Saya memesan teh hangat untuk diminum berdua dengan Ara karena cuaca sangat dingin. Tidak sampai setengah jam, teh panas itu sudah berubah dingin, wkwk. Saya mendekati api unggun untuk menghangatkan tubuh.

Tidak lama, kakak ipar datang (menggunakan porter juga) dan kami langsung menuju tenda untuk istirahat. Sekitar pukul 23.00 WIB, keluarga yang lain akhirnya sampai. Saya langsung memeluk Nada dan Ayah Bilal, syukur alhamdulillah kami semua berkumpul lagi.

Malam itu kami masak dan makan, lalu istirahat. Sayangnya, saya tidak bisa tidur karena kedinginan, walau sudah pakai perlengkapan lengkap. Beberapa kali saya membangunkan suami untuk menemani ke toilet karena kebelet, wkwk. Alhamdulillah anak-anak tidur nyenyak.

Menikmati Sunrise

Subuh kami bangun untuk salat dan menikmati sunrise. Subhanallah, pemandangan yang semalam gelap sekarang terlihat jelas indah sekali. Banyak yang camp di Pos 9 karena tempat ini memang spot terbaik untuk sunrise di Papandayan.

Kami berfoto, bercengkrama, dan menghabiskan waktu bersama. Setelah itu sarapan, masak-masak, dan bercerita tentang kejadian semalam yang awalnya menegangkan, tapi sekarang jadi lucu dikenang.

Setelah puas, kami mulai bersiap untuk turun. Porter sudah mulai membawa barang-barang kami.

Cerita Turun Gunung

Kami bersama rombongan turun di pukul 10.00 dari pos 9 Goberhoet. Perjalanan melewati jalan setapak dengan pemandangan yang luar biasa. Jadi kami memilih jalan memutar saat pulang karena ingin menikmati perjalanan turun. Berikut perjalanan kami turun :

  • Goberhoet (Pos 9) 

Pos ini merupakan lokasi berkemah yang lebih kecil dibandingkan Pondok Saladah dan merupakan area yang bagus untuk menikmati sunrise. Kami camp disini dan ternyata lebih banyak pohon sehingga ketika malam hari tidak terlalu dingin karena angin tertahan pohon-pohon diantara tenda-tenda kami. Kami berjalan ke pos-10 Pondok Salada melewati jalan setapak yang pemdangannya Subhanallah indah sekali. 

  • Pondok Saladah (Pos 10) 

Merupakan area perkemahan yang luas dan populer, terletak di dekat sumber air. Disini ternyata lebih banyak yang camp, suasana hamparan rumput luas sekali dengan pemandangan dikelilingi pegunungan. Anak-anak sempat main lari-lari disini dan kita antri untuk spot-spot foto disini. Lalu melanjutkan perjalanan melewati Edelweis (Tegal Alun).

  • Edelweiss (Tegal Alun)


Tegal Alun di Gunung Papandayan adalah hamparan padang luas yang dipenuhi Edelweiss. Begitu memasuki area ini, pemandangannya langsung terbuka: bunga-bunga putih kekuningan membentang sejauh mata memandang dengan latar bukit-bukit hijau. Anginnya dingin, suasananya tenang, dan jalurnya melintas di tengah padang sehingga kita bisa menikmati Edelweiss, kami sempat foto dan beristirahat disana. Anak-anak makan coklat di tempat yang aduhai, Masya Allah. Tempat ini jadi salah satu bagian paling indah dan ikonik sepanjang pendakian Papandayan.

  • Hutan Mati (Pos 8)

Selanjutnya kita melewati Hutan Mati. Hutan Mati adalah area bekas letusan yang dipenuhi batang-batang pohon hitam tak berdaun. Suasananya sunyi dan sedikit berkabut, dengan tanah berwarna abu dan aroma belerang tipis dari kawah di dekatnya. Pohon-pohon yang hangus berdiri kaku, menciptakan pemandangan yang kontras tapi indah. Saat matahari terbit, cahaya yang menembus sela-sela batang pohon membuat tempat ini terlihat dramatis dan jadi spot favorit para pendaki. Disinipun kami foto-foto dan setelah melihatnya begitu takjub karena seperti melihat lukisan, ya! memang lukisan yang sangat indah dari Yang Maha Kuasa. 

  • Area Kawah (Pos 5 & 6)

Kawah Papandayan berada tak jauh dari jalur pendakian dan langsung terasa dari aroma belerangnya yang kuat. Dari kejauhan, kamu bisa melihat asap putih yang terus mengepul dari celah-celah tanah. Suasananya hangat dan beruap, dengan suara gemuruh halus dari aktivitas geothermal di bawahnya. Dinding kawah berwarna kuning keemasan karena sulfur, kontras dengan batuan abu-abu di sekitarnya. Pemandangannya megah sekaligus mengingatkan bahwa gunung ini masih aktif. Mulai masuk area kawah dari pos 5 dan 6 kami terus menuju jalan yang full tangga dengan batu putih juga hamparan yang luas dengan area kawah. 

  • Gerbang Pendakian Awal (Pos 4) & Pos Keamanan (Pos 3)

Selanjutnya kita memasuki gerbang pendakian awal dan terus menuju pos keamana, disini mulai jalur yang cukup lelah dengan tangga, hehe karena sudah tidak terlalu banyak hal yang bisa dilihat seperti pemandangan di atas tadi. Dan dengan masuknya ke pos 4 dan 3 kami menyadari kami akan cepat sampai, alhamdulillah. Sesampainya pos 3 kami istirahat, membersihkan diri dan makan sebelum melanjutkan pulang.

Perjalanan ini begitu menakjubkan dan bermakna bagi kami, walau setelahnya kami sakit karena mungkin adaptasi suhu tubuh juga kondisi fisik yang terlalu mendadak untuk naik gunung, hehe. Namun walau begitu, kita tidak menyesali dan tidak kapok untuk kembali mencoba namun entah kapan, hehe. berikut mungkin beberapa informasi bagi teman-teman yang ingin juga naik ke gunung Papandayan.

Biaya Pendakian di Gunung Papandayan

Untuk mendaki Gunung Papandayan:

  • Tiket masuk: Rp20.000 (hari biasa), Rp30.000 (akhir pekan/libur)

  • Parkir motor: Rp12.000–17.000

  • Parkir mobil: Rp25.000–35.000

  • Camping: Rp35.000 per orang

  • Jasa porter: Rp150.000 per perjalanan (bisa untuk barang atau mengantar orang)

Perjalanan ini begitu menakjubkan dan bermakna. Walau setelahnya kami sedikit sakit karena mungkin adaptasi suhu dan fisik yang kaget naik gunung, hehe. Tapi sama sekali tidak menyesal. Bahkan kami tidak kapok, hanya belum tahu kapan naik gunung lagi, wkwk.

Apa kamu punya pengalaman naik gunung pertama kali? Sharing, yuk!





Comments