Memberi Jeda untuk Emosimu


Assalamualaikum,

Beberapa kali situasi dan kondisi membuat aku berkata "Ya Allah mengapa aku yang harus diuji?", situasi dimana logikaku tak mampu mencerna hanya perasaanku yang menyeruak. Saat itu terasa penuh sesak sampai tak mampu membendung air mata, pernahkan kamu mengalaminya juga?.
Ada saat dimana beban ini begitu berat di panggul, merasa jadi orang paling sengsara ketika itu. Bahkan teori tentang mengelola emosi, berpikiran positif terasa sulit sekali diterapkan saat itu. Perasaan kecewa dan sedih yang tak terbendung mendominasi segalanya, saat itu hanya ingin menangis dan menyendiri. Salahkah?

Apakah wajar? Ataukah diri ini termasuk orang yang tidak mampu mengelola emosi? Bahkan tidak bersyukur?. 

Sering sekali luput dari kesadaran bahwa Allah menganugerahkan manusia hati dan perasaan untuk merasa. Bukan hanya merasakan senang dan bangga namun juga merasa sedih dan kecewa. Bukan hanya rasa senang dan bangga yang patut di ekspresikan, rasa sedih dan kecewa pun perlu diungkapkan. 
Tidak ada yang salah dengan perasaan sedih dan kecewa-mu, tidak ada yang salah dengan tangisan dan menyendiri-mu. Bahkan artinya kamu sedang menikmati anugrahNya, rasa yang Allah beri pada HambaNya. Menangislah, menyendirilah, atau lakukan apa yang bisa mengekspresikan emosi-mu saat itu. 

Indikator seseorang mampu mengelola emosinya bukan pada ia yang mampu menahan tangisnya ketika seharusnya ia menangis, perlu digaris bawahi mengelola emosi tidak sama dengan memendam emosi, bahkan dua hal itu bertolak belakang. 

Salah satu tahap dalam mengelola emosi adalah mengekspresikannya dulu, bentuk ekspresi tentu berbeda-beda setiap orang. Ada yang ketika sedih/kecewa mengekspresikannya dengan menangis, ada yang menyendiri, ada yang curhat, atau menulis, dsb. Selama masih batas wajar, ekspresikanlah. Bagaimana ukuran mengekspresikan dibatas wajar? Tentunya tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain, tidak berbenturan dengan norma agama dan sosial.

Beri jeda emosimu untuk mengekspresikannya

Tidak masalah jika logikamu terhambat karena perasaanmu mendominasi kala itu, sangat tak masalah. Namanya 'Jeda' tentu tidak berkepanjangan, jeda artinya sekejap, sebentar dan logikamu perlahan kembali bisa masuk membagikan sudut pandang lain.
Mintalah logikamu untuk memberi sudut pandang yang positif. Mencoba menerka-nerka hikmah yang bisa diambil dari kejadian yang membuatmu sedih/kecewa tersebut dan rasakan, perlahan perasaanmu akan membaik. 'Namun aku masih belum lupa?', melupakan memang pekerjaan waktu, biarkan saja.
Tugas kita hanyalah mencari celah rasa syukur dari rasa kecewa yang masih tersisa, agar ia tidak terlalu lama menetap. 

Beberapa kali aku merasa paling sengsara, namun beberapa kali di saat yang berdekatan aku merasa paling beruntung. Kehilangan benda berharga membuat sedih yang teramat sangat, tak lama mendengar cerita teman yang terkena kanker stadium 3 dan sudah menjalani beberapa kali operasi untuk sembuh. Seketika sengsaraku berubah menjadi syukur yang teramat sangat.

Sebaik-baik mengespresikan emosi adalah dengan berdoa kepada-Nya. Orang lain dapat sedangkan kamu tidak mendapatkannya, kecewa? Berdoalah pada-Nya meminta diberi yang lebih baik dari itu. Percaya pada Allah adalah kunci ketenangan hatimu setelahnya, percaya bahwa Allah sebaik-baik Pemberi. Dan lagi, Allah sudah siapkan kabar gembira pada kita :
"Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buahbuahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar" (Q.S. Al-Baqarah : 155)

Comments

Post a Comment